Selamat Idul Fitri 1429 Hijriyah
" Taqobballahu Minna Wa Minkum Shiyamanaa Washiyamakum Kullu 'aamin Waantum Bikahairin Amin Ya Rabbal 'aalamin"
Minal Aidin Wal Faidzin - Mohon Maaf Lahir Bathin
Anak-anak di usia 4-5 tahun sudah bisa merasakan menang itu menyenangkan. Tentu merepotkan jika ia tak bisa menerima kekalahan.
Di usia prasekolah, si buyung dan si upik biasanya sudah sering ikut lomba. Baik itu lomba lari, lomba menggambar, lomba makan, maupun lomba-lomba lainnya. Namun, tak seperti anak-anak yang lebih besar, adakalanya si prasekolah ini tak bisa menerima kekalahan. Mulutnya tak henti bertanya, "Mengapa aku kalah, Bu?"
Jika jawaban kita dianggap tak memuaskan, sikapnya lantas merajuk dan tak jarang berakhir dengan tangisan. Sulit sekali menjelaskan kepadanya bahwa kalah, menang, dan seri adalah bagian dari sebuah permainan.
Seperti dijelaskan Vitriani Sumarlis, Psi., anak ingin menjadi pemenang karena ia menyukai rewards atau imbalannya. Selain itu, sang juara biasanya menerima banyak pujian, entah dari orang tua, teman, atau saudara. Teman-teman juga akan senang bergaul dengannya, mungkin sambil menyematkan berbagai julukan, seperti si anak pintar, si jenius, ataupun si perkasa.
"Itulah mengapa anak-anak senang membahas kemenangan atau membanding-bandingkannya di antara teman-teman," ujar psikolog dari Klinik Anakku Cinere ini. Bukan itu saja, ego anak di usia balita juga masih besar, meski tidak sebesar di usia batita. Tidak heran kalau ia ingin selalu menjadi pemenang di setiap ajang kompetisi.
ANDIL ORANG TUA
Namun, menurut Vitri, sikap selalu ingin menang bisa jadi mendapat andil yang tak kecil dari orang tua, biasanya melalui pola asuh dan arahan yang salah. Jika anak selalu diarahkan untuk menjadi yang terbaik, entah dengan cara memasukkannya ke kursus atau memanggil guru privat, ia akan tumbuh menjadi seperti itu.
Jika para orang dewasa di sekeliling anak-anak selalu mengalah, mereka biasanya juga selalu ingin menang. Entah dalam permainan atau dalam kompetisi apa pun. Sekali menang, ia akan ketagihan dan berpikir, "Saya memang hebat." Jadilah ia tak pernah mau kalah dan selalu ingin menang.
Akibatnya memang kurang baik bagi perkembangan anak. Ia tidak bisa menerima bahwa setiap orang bisa menjadi pemenang dan setiap orang juga mesti menerima kekalahan. "Dampak yang sangat dirasakan adalah pada hubungan sosial anak. Mereka yang selalu ingin menang biasanya tumbuh menjadi pribadi yang sombong sehingga teman-teman juga biasanya akan langsung menjauhinya."
Demikian juga jika anak terlalu diistimewakan, ia akan selalu menuntut lingkungannya untuk melakukan hal yang sama pada dirinya. "Saat ia mengikuti lomba, lalu mengalami kekalahan, maka ia akan langsung marah. Ia tidak rela jika orang lain lebih baik darinya karena ingin selalu dianggap yang terbaik."
Perlakuan istimewa itu antara lain sikap mengalah yang selalu ditunjukkan orang tua atau pengasuh di hadapannya. Pola asuh seperti itu jelas tidak mendidik. Suatu saat, anak akan berhadapan dengan dunia luar yang belum tentu menyenangkan. Misalnya, kalau ia kalah dalam sebuah kompetisi, orang lain tidak akan memperlakukannya secara istimewa. Jika anak tidak bisa menerima perlakuan itu karena terbiasa menerima banyak hadiah dan pujian, buntutnya ia bisa frustrasi. "Ia akan merasa kehilangan dan biasanya melampiaskan rasa frustrasinya dengan marah atau tantrum."
Dengan hanya mengenal konsep menang, anak juga akan menjadi miskin pengalaman. Toh, dalam kehidupan, kita tidak hanya bisa mencicipi manisnya saja, tapi juga segala cobaan dan deraan yang pahit. "Jadilah, kalau anak selalu menang, ia akan kaget jika harus merasakan kesedihan yang sangat."
BELAJAR DARI PENGAMATAN
Perlu diketahui, karena di usia prasekolah anak masih berpikir secara konkret, maka ia pun hanya bisa mengenal kemenangan dari bukti-bukti konkret. Lewat pengamatannya ia bisa tahu, seseorang menjadi pemenang lomba lari karena paling dulu melewati garis finish. Namun demikian, ia belum bisa membedakan mengapa sang jagoan mampu mengalahkan 10 lawannya sendirian, atau kenapa orang yang berbadan kecil mampu mengalahkan lawan tanding yang badannya besar. Dengan kata lain, anak belum paham betul arti kualitas.
Berdasarkan hal itu, dalam menjelaskan konsep menang-kalah kepada anak, orang tua juga harus melakukannya lewat bukti konkret. Misalnya, lewat pengamatan dan penjelasan yang tidak rumit. Janga lupa, terangkan pula bahwa dalam suatu pertandingan bisa saja tidak ada yang menang atau kalah. Hindari istilah "seri" atau "draw", karena anak belum sampai ke tahap pemikiran demikian. Ia akan bingung dengan istilah baru dan asing tersebut. Lebih baik kita katakan hasilnya sama. "Tadi kamu berlari sangat cepat, tapi Dina berlari sangat cepat pula, jadi hasilnya sama, tidak ada yang menang dan kalah."
PENJELASAN MENANG-KALAH
Jika anak tampil menjadi pemenang, tanamkan pada anak, ia tidak boleh sombong dan membangga-banggakan prestasinya. Jika memungkinkan, arahkan anak agar mengajari teman-temannya atau memotivasi mereka yang kalah. Cara ini mengajarkan kepada anak untuk bisa membagi kemenanganannya, sekaligus membuatnya lebih disukai teman-teman, dan meminimalisir rasa iri atau sakit hati teman-teman lainnya.
Meskipun begitu, bukan berarti saat anak menerima hadiah, seperti kue, dia harus membagi-bagikan kue itu dengan teman-temannya. Biarkan anak menikmati hadiah yang diraih atas kerja kerasnya. Anak berhak menikmati kemenangannya sendirian. Kecuali memang ia ingin membaginya.
Sedangkan jika anak kalah, pandai-pandailah kita memberikan motivasi kepadanya. Jelaskan, menang-kalah adalah hal biasa. Dalam suatu pertandingan pasti ada yang menang, ada juga yang harus menyingkir. Terangkan pula, "Jika saat ini kamu kalah, maka kamu bisa melihat kekuranganmu. Di lain kesempatan kamu bisa membalas kekalahan itu."
Yang perlu diperhatikan, berhati-hatilah saat kita mengomentari kekalahannya. Hindari kalimat, seperti "kamu kalah." Katakan saja, "Kamu sebenarnya tidaklah kalah, tapi kamu kurang cepat saat berlari."
Orang tua pun jangan terlalu ngotot menjadikan anaknya sebagai juara dalam berbagai kompetisi. Ingat, usia 3-5 tahun bukanlah usia untuk berprestasi. "Anak usia 3-5 tahun masih dalam usia perkembangan. Jadi masih banyak aspek yang harus dikembangkan."
Untuk aspek fisiknya, ia masih harus dilatih berkonsentrasi pada koordinasi motorik kasar maupun halus. Ia harus bisa menjaga keseimbangannya agar dapat berjalan dengan benar, terampil melompat, memanjat, naik sepeda, main tali, dan sebagainya. Begitupun motorik halusnya, bagaimana ia mengkoordinasikan apa yang dilihat dengan gerakan tangannya.
NILAI DARI PROSES, BUKAN HASIL
Alangkah baiknya, imbuh Vitri, dalam menilai kalah atau menang, orang tua menilai proses, bukan hasil. Dalam lomba lari, misalnya, jangan cuma kecepatannya saja yang dipuji tapi juga usahanya dalam berlatih atau kerja kerasnya dalam mengikuti lomba lari tersebut. Kalau, toh, ia kalah, tidak ada salahnya tetap memberikan pujian atau bahkan hadiah spesial buatnya.
Namun demikian, dengan menghargai proses tidak berarti kita lantas boleh mengesampingkan hasil, yaitu kemenangan. Orang tua tetap harus melakukan evaluasi kepada anak, hal-hal apa saja yang dinilai masih kurang dan masih bisa ditingkatkan. Hal-hal apa pula yang sudah benar dan mesti dipertahankan.
Saat anak kalah dalam pertandingan lomba lari misalnya, terangkan, "Sebenarnya, tadi kamu sudah bisa berlari cepat, tapi kamu kalah start dari lawan-lawanmu. Jadi, meski sudah berlari cepat, tetap saja kamu tidak bisa menyusul mereka." Manfaat dari melihat proses dan bukan hasil ini, anak terhindar dari cara-cara negatif dalam mendapatkan kemenangannya.
Menurut Vitri, banyak sekali manfaat yang bisa dipetik dari menjelaskan konsep menang-kalah pada anak, yaitu:
1.Sportivitas
Anak tahu betapa penting arti kejujuran dan menghargai nilai-nilai sportivitas. Kemenangan tidak akan ada artinya jika diperoleh lewat cara-cara tidak sehat. Anak juga diarahkan untuk belajar menghargai proses, bukan hasil. Proses yang baik biasanya akan membuahkan hasil yang lebih baik juga.
2. Introspeksi Diri
Anak akan terpacu meningkatkan kualitas kerjanya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Kualitas ini bisa didapat dengan melihat kekurangan dari hasil yang didapat anak tersebut. Atau, dengan melihat beberapa keunggulan lawan yang harus ditiru anak. Cara ini akan memacu anak untuk terus berprestasi. Misal, saat lomba menulis halus, walau tulisan anak sudah bagus, tapi tulisan anak-anak lain lebih rapi, anak bisa meniru tulisan temannya yang rapi tersebut.
3. Menghargai Kemenangan
Anak juga belajar menghargai kemenangan lawan. Saat dirinya kalah dan temannya menang, ia berkata, "Selamat, ya". Atau, saat ia memenangkan pertandingan, ia tidak sombong kepada anak-anak lainnya. Jadi, saat anak tahu arti menang dan kalah, berarti ia telah mengalami kematangan dalam proses berpikirnya. Anak tahu siapa saja yang menang dan siapa pula yang kalah.
diambil dari tabloid nakita onlen
17 agustus 2008 lalu kami sekeluarga pergi ke bandung mau menghadiri pernikahan taufik hidayat, sepupu suamiku. Diperjalanan sambil setel radio, beberapa station radio terus terusan muterin lagu lagu kemerdekaan salah satu nya ya hari merdeka ini lah.
sambil menikmati pemandangan tol cipularang kami dihibur oleh suara kecil jagoan kami yang tak henti hentinya nyanyi lagu hari merdeka ini. walopun belum jelas banget kata katanya, tapi aku ibunya ngerti kok.. ayah si supir juga ngerti kan yah.. penumpang yang laen bagaimana ya.. ngerti ngerti aja kan.. para penumpang senyum senyum sambil dengerin suara dari mulut kecilnya riza.. Nyai dan Niai yang sudah rada lupa sama lagu ini jadi ikutan bernyanyi, walau kadang kata katanya suka kebalik balik.. harap maklum ya..
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap setia
Membela negara kita
Through wind and rain he thunders on
On him we can rely
Reliable and useful too
And that's the reason why
We'll sing a song for Gordon, He's big, he's fast, he's proud
His paint is blue, so strong and true, and his whistle's really loud!
The fastest train on Sodor, you can't forget his name
So when we've sung for Gordon, well, let's sing it once again
The journeys never tire him out
He'll work all day and night
And everyone admires him
His boiler gleaming bright
We'll sing a song for Gordon, He's big, he's fast, he's proud
His paint is blue, so strong and true, and his whistle's really loud!
The fastest train on Sodor, you can't forget his name
So when we've sung for Gordon, well, let's sing it once again
We'll sing a song for Gordon, He's big, he's fast, he's proud
His paint is blue, so strong and true, and his whistle's really loud!
The fastest train on Sodor, you can't forget his name
So when we've sung for Gordon, well, let's sing it once again
|